GERAKAN CUCI OTAK




Saya baru saja membaca satu tulisan Denny Siregar yg judulnya “Jadilah dirimu sendiri”.  Ya, ya…setuju sekali. Kisruh setahun terakhir ini melahirkan banyak org yg bekeluh-kesah dan berpendapat. Menurut saya, sah-sah saja kok. Ini adalah sebuah gelombang, arus air yang deras, angin yang tidak sekedar berhembus tapi kencang sekali. Mereka yang menulis adalah mereka yang peduli, mereka yang ingin melihat kemana sejarah negeri ini dibawa. Maka saat seorang atau lebih merasa risau dan tiba-tiba menjadi polisi etika, merasa dunia sosmed tak lagi indah seperti dahulu, hehehee… rasanya kok menggelikan ya. Indah yang bagaimana? Indah itu relatif. Jika sebagian orang bilang indah itu saat foto-foto makanan berhamburan, gambar2 pelesiran bertebaran, foto reuni, foto diri sendiri dlm segala angle, tidak salah kok. Tapi jika indah pun ditafsirkan sebagai perang polemik  informasi dan pemikiran yang berguna, kenapa tidak?

Dunia maya ini sudah sarat dengan dusta. Tak perlu lagi menambah dusta antara kita. Tidak pernah ada syarat dan ketentuan saat kita bercengkerama di sini. Kita risau, terusik dan merasa tak sevisi, tinggal klik unfollow dan unfriend. Selesai. Ciptakanlah dunia kita masing-masing seperti kata Bung Denny, jadilah dirimu sendiri. Tak perlu malu apalagi ragu.
Gerakan cuci otak lewat pemahaman ideologi keliru sebenarnya bisa menghancurkan sebuah bangsa hanya dalam waktu sekejab. Kalau kita mau jujur, itu sedang berlangsung di tengah kita lewat segala terjangan informasi tanpa kenal batas. Ditambah lagi yang diam-diam melangsungkan sebuah pertemuan di dunia nyata,  di sebuah “warung….” untuk tindakan makar. Heheee….

Sejarah terus bergulir dan setiap gulirannya akan melahirkan jejak. Masuklah ke dalam jika ingin merasakan sensasinya. Atau tetap diam jika hanya ingin jadi penonton sambil menunggu kabar akhir dari episode sejarah itu. Tapi plisss…setiap orang bebas memilih.  Karena mereka yang terus-menerus menulis segala risaunya, tentu punya pertimbangan sendiri. Sudah banyak hakim yang lahir tiap harinya di dunia anta berantah ini. Dan itu sudah masuk jumlah yang bikin kepala pusing. 
Karenanya saya sangat mengapresiasi mereka yg terus konsisten menulis untuk kebaikan, menyebarkan informasi guna memperkaya orang-orang di sekeliling. Mereka yang terus menulis, seakan  sadar benar, senjata paling muktahir dalam peperangan abad ini bukan lagi meriam atau bom, tapi adalah ujung pena. Seperti kata Tan Malaka, “Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras dari atas bumi.”

Saya tidak berteman dengan Denny Siregar. Sempat mau add tapi sudah closed. Pengikutnya sudah berjibun. Tapi saya suka tulisan-tulisannya yang inspiratif selalu. Jika suatu waktu si Bung tidak lagi menulis dan malah sibuk nge-share foto ketoprak, rujak, nasi campur, dan segala hartanya, mungkin saya malah bertanya-tanya, ada apakah gerangan?
Hayoo… dapat berapa milyar, Bung? Heheee….

Toast!
Nov/2016

Comments