Berkatalah Hatta kepada dinding sel penjara casiusstraat pada sebuah
musim bersalju di tahun 1927, Siapakah bangsaku? Apa dosa negeriku
hingga deritanya beranak-pinak bak cendawan di jalanan
berhujan?
Henyak lama. Lalu dia mengambil pena dan mulai menulis di atas tumpukan buku Hukum Konstitusi dan Politik yang diselundupkan ke dalam sel oleh pengacaranya.
…bahwa kebahagiaan manusia hanya dapat dicapai dengan menuangkan darah dan air mata. Dengan tiada drama-drama bangsa itu, manusia tidak akan terlepas dari penindasan imperialism Barat. Sebab itu, menghancurkan imperialisme Barat ialah usaha peradaban. Karena bangsa-bangsa yang terjajah wajib memerdekakan dirinya dari penjajahan.
…Dan karena itu, Indonesia harus mencapai kemerdekaannya atas dasar kemanusiaan dan peradaban…
Henyak lama. Lalu dia mengambil pena dan mulai menulis di atas tumpukan buku Hukum Konstitusi dan Politik yang diselundupkan ke dalam sel oleh pengacaranya.
…bahwa kebahagiaan manusia hanya dapat dicapai dengan menuangkan darah dan air mata. Dengan tiada drama-drama bangsa itu, manusia tidak akan terlepas dari penindasan imperialism Barat. Sebab itu, menghancurkan imperialisme Barat ialah usaha peradaban. Karena bangsa-bangsa yang terjajah wajib memerdekakan dirinya dari penjajahan.
…Dan karena itu, Indonesia harus mencapai kemerdekaannya atas dasar kemanusiaan dan peradaban…
Hatta melipat rapi lembar-lembar kertas yang baru dicoreti. Lembaran yang akhirnya menjadi dasar pembelaannya di depan Mahkamah Den Haaq yang telah memenjarakan dirinya lantaran tuduhan makar dan pemberontakan Perhimpunan Indonesia di Belanda.
“Indonesia Merdeka”. Sejatinya, merupakan nama pengganti majalah “Hindia Poetra” milik “Indonesische Vereeniging” yang kemudian pada tahun 1925, bersalin pula dengan nama “Pehimpunan Indonesia”. Itulah kali pertama nama “Indonesia” tercetak di lembar-lembar surat di luar negeri.
Tahun 1926, setelah dikukuhkan
sebagai ketua Perhimpunan Indonesia periode kelima, Bung Hatta mulai
menggencarkan aksi propaganda luar negeri dalam bidang politik.
Tujuannya tak lain untuk memperkenalkan nama “Indonesia” kepada dunia
internasional. Sontak suhu adem yang biasanya behembus di ruang-ruang
diskusi menjadi memanas. Kesadaran berbangsa perlahan terbit di kalangan
pelajar tanah air. Pemerintah Belanda meradang, setelah Bung Hatta dkk
menghadiri “Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial” di
Brussel, Belgia pada Februari 1927. Kongres ini terbukti telah menaikkan
pamor nama “Indonesia” di pentas politik dunia. Pemerintah Belanda
semakin berang. Mereka mulai merasa, ada pemberontak berbaju pelajar di
negeri mereka sendiri. Alhasil, pencekalan dan pelarangan mulai
diberlakukan. Razia dan penggeladahan di rumah-rumah kos para pelajar
Indonesia terus dilancarkan .
Bung Hatta pun ditangkap di kamar kosnya
di Adelheidstraat 121 Den Haaq usai shalat subuh dan langsung
dijebloskan ke penjara di Casiussstraat, lima bulan lebih lamanya hingga
lahirlah pledoi “Indonesia Merdeka” yang bersejarah itu.
Jauh
sebelum pekik merdeka membelah langit Pegangsaan Timur, Jakarta pada
tahun 1945, seorang pemuda bermata tajam dan beralis tebal kelahiran
Bukit Tinggi, Sumatera Barat ternyata telah menggoreskan tinta
“Indonesia Merdeka” dalam kesunyian dan hingar-bingar euforia
kemerdekaan itu sendiri. Seorang pemuda 24 tahun yang sadar benar akan
takdir hidupnya, bergulat dengan pergerakan dengan segala
konsekuensinya. “Hanya ada satu Negara yang menjadi negaraku. Dan itu
tumbuh karena satu perbuatan. Dan itu perbuatanku.”
Seorang tokoh
sederhana yang hingga hayatnya terus berjuang dalam hening dan diam,
namun pemikiran dan perjuangannya tak kalah ganasnya dengan terpaan
ombak laut selatan.
Selamat Hari Kemerdekaan RI untuk setiap tahunnya..
Selamat Hari Kemerdekaan RI untuk setiap tahunnya..
Terima kasih, Bung Hatta!
ss-3sept17
Comments
Post a Comment