MEMBELA AFI NIHAYA, MENJAGA API SEMANGAT SEBUAH GENERASI


Di tahun wafatnya pada 1949, Chairil Anwar meninggalkan ponten merah yg tidak mengenakkan hati. Beberapa karyanya disinyalir adalah plagiat. Antaranya, Sajak “Datang Dara-Hilang Dara” milik penyair Tiongkok, bernama Hsu Chih-Mo. Dan “Karawang-Bekasi” milik penyair Amrik, MacLeish yang berjudul “The Young dead Soldiers”. Kesusasteraan Indonesia langsung gempar. Chairil pun tersandera oleh pengadilan publik tanpa mampu membela diri. Namun tak sedikit yang bersimpati. Untuk kasus “Karawang-Bekasi”, Asrul Sani, Rivai Apin dan beberapa rekan mati-matian menolak anggapan itu. Mereka bilang, Chairil hanya terinspirasi. Ilham terbesarnya dtg saat Chairil sendiri menyaksikan korban bantaian tragedi Rawagede-Karawang pada akhir 1947. Kala itu Chairil bermukim di Karawang setelah menikahi perempuan bernama Hapsah Wiraredja.
H.B. Hassin pun mulai berburu sajak-sajak Chairil. Hampir 7 tahun, akhirnya berhasil mengumpulkan 70 sajak asli, 4 saduran, 10 terjemahan sebagai bahan untuk menjelaskan sampai sejauh mana cacat yang dimiliki Chairil. Memang ada temuan yang menggiring pada dugaan penjiplakan. Namun dengan mengakui itu semua, Jassin sendiri mengatakan kalau Chairil masih gagah berdiri dengan puluhan sajak aslinya, sekaligus salah satu penyair besar yang pernah dimiliki tanah air. Klaim plagiator tidak serta merta meruntuhkan karir seseorang.

Ini hanya satu contoh besar saat kita bicara apa itu “plagiat”? Bahwa tidak segampang melempar ludah ketika menuding seorang menjiplak. Butuh riset dan temuan yang akurat.
Afi Nihaya Faradisa, bukan Chairil Anwar. Dia hanya remaja berbakat dari sebuah ujung desa yang tengah belajar membangun mimpinya. Saya pun terkagum dan angkat topi untuk buah pikirannya. Namun seminggu ini, topan menerpa, tudingan demi tudingan dialamatkan kepada dia saat namanya mulai diperbincangkan. Saat beberapa stasiun tv bahkan istana kepresidenan pun membuka pintu dan menjamunya.
Tapi mengapa? Mengapa orang mulai menyerangnya saat dia baru akan mencoba handphone baru yang dihadiahkan untuk menggantikan hp jadulnya yang seharga 600 ribuan?
Afi menangis. Tapi hanya dia yang tahu apa makna tangisannya Sementara orang terus membully-nya dengan pendekatan keilmuan. Padahal hampir semua cibiran yang disemburkan sama sekali jauh dari konteks keilmuan, kebanyakan justru kecemburuan dan iri hati.

Saya termasuk orang yang tak berpaling dan tetap akan mendukung Afi. Karena saya mencoba melihat dari sudut lain. Afi bukan sekedar menulis tapi telah menjadi simbol generasi yang ingin berjuang dengan cara yang luar biasa. Dia berani melempar pancing ke air deras bergelombang yg tidak semua orang berani melakukan, apalagi mendekati. Keberaniannya justru sebuah inspirasi yang menggairahkan. Saya membela karna bagi saya itu sama dengan menjaga api perjuangan sebuah generasi yang berani meneriakkan pluralism dan kebhinnekaan. Afi tidak sekedar menorehkan kata2. Tapi dia menulis jujur tentang kita.
Kesalahan Afi adalah dia abai mencantumkan dari mana sumbenya. Itu saja. Sahabat yang baik, atau mentor sejati, seyogyanya menegur dan meluruskan. Karena apa itu plagiat, apa itu saduran dan apa pula sebuah inspirasi, belum tentu juga banyak orang tahu.

W.R. Supratman, penggubah lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, mengaku telah memasukkan kalimat “Indonesia tanah tumpah darahku” ke dalam lagu itu setelah dia membaca habis
karya Tan Malaka, Massa Actie. Buku itu pula yang mengilhami Soekarno bahkan mengutip banyak catatan saat menulis pleidoi akbarnya, “Indonesia Menggugat” di penjara Banceuy, Bandung pada tahun 1931.
Goethe, seniman besar Jerman, saat membuat dongeng rakyat Faust dan Lorca, juga mengaku menyadur dari kebudayaan rakyat Spanyol. Master piece Romo Mangunwijaya, “Burung-Burung Manyar” dibuat selama 8 tahun. Beliau mengakui sangat terinspirasi dari buku Multatuli hingga di draft-draft awal nyaris menyadur plot dan gaya penulisannya. Jadi tak ada yang seratus persen orisinal. Sebuah inspirasi saling kait-mengait untuk menghidupkan karya cipta seseorang. Hanya penciptaan bumi dan segala isinya. pastinya yang boleh dibilang orisinal. Karena Tuhan Yang Maha Esa tak memiliki referensi sebelumnya.

Menggelikan memang. Seakan Afi adalah rival yang harus ditumbangkan. Oalaaa….kenapa sekarang seperti timbul trend orang senang mengeroyok sosok yang bukan levelnya? (efek persekusi Mario? Bisa jadi.). Kepada buku dugaan korupsi Ahok yang dilaunching di gedung DPR, yang dibuat oleh seorang terdidik berlatar S3 lulusan universitas ternama, mereka terdiam. Padahal jika kita mau menguliti, buku itu masih belum memenuhi kaidah keilmuan. Isinya hanya dugaan dan dugaan saja tanpa data valid dari sumber terpercaya. Kalau sempat membacanya, tak ada daftar pustaka di lembar akhir buku itu, yang sebenarnya merupakan syarat mutlak sebuah buku bahasan. Beberapa acuannya hanya mengandalkan data yang didapat dari media on-line.

Berharap Afi bisa mengambil hikmah dari ini semua dan mau terus belajar. Sebuah kesalahan biarkan jadi sekolah hidupnya. Jangan disulap menjadi hukuman apalagi cambuk yang terus dipecutkan hingga orang terjungkal. Gak gitu juga kaliii…. Justru para pembully (baca: kaum sirik) yg tiada henti berkoar dengan sinis, sesungguhnya punya dua kesalahan besar dan fatal malah: mereka tidak menulis apa-apa, dan tidak berbuat apa-apa. Atau jangan2 mereka sirik karena handphone Afi sekarang sudah menyamai android mereka? Ah, entahlah.

Toast!
Juni1017

Comments