VATIKAN, LAGU METAL, dan SEMANGKOK ES KRIM MINIM LEMAK


Mgr. Soegijapranata atau yg biasa disapa Romo Kanjeng Soegija adalah penggagas konsep “100% Katolik, 100% Indonesia”. Vatikan menjadi kiblat perjuangan imannya, tapi beliau tidak pernah melakukan “Vatikanisasi” di negeri tempatnya mengabdi.

Kepada Y.B. Mangunwijaya yang baru setahun kuliah di ITB, Romo Kanjeng menugaskan untuk meneruskan studi arsitektur ke Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule (RWTH) di Jerman. Romo Hardjawardja ditugaskan ke Viena, Austria guna belajar musik, agar kelak mampu menyalin lebih banyak lagu gereja dengan sentuhan budaya lokal Indonesia. Dan kepada penyiar Pak Besut di masa itu. “Saya sarankan lebih baik Saudara tetap mengabdi di RRI, tak perlu masuk Partai Katolik. Karena tenagamu dibutuhkan di sana. Partai Katolik biarlah diurus orang lain,” imbuh Romo Kanjeng suatu hari.

Terbukti, sepulang dari Jerman, Y.B Mangunwijaya menggenapkan impian Romo Kanjeng. Hampir seluruh gereja dan bangunan lain yg didisain bercorak budaya lokal. Tidak ada kemegahan Vatikan atau Roma, tidak ada kegenitan arsitektur Eropa. Malah tak jarang, elemen bagunannya memakai kayu-kayu lokal daur ulang. Segala material yg digunakan mulai dari pasir, batu kali, batang pohon, mengingatkan betapa Indonesia ada di benaknya.
Dan Romo Mangun mungkin terbilang yg cukup ekstrim menerjemahkan konsep “100% Katolik, 100% Indonesia" meski 6 tahun hidup di Jerman dan menyelami sangat teologi produk Roma. Lihat saja kostum kebesarannya: sarung, baju batik, dan kopiah hitam yg kerap mengiringi langkah beliau. Baginya, penampilan dan jubah hanya asesoris belaka, tak bisa dijadikan ukuran kualtias seseorang. Malah kadang jubah itu sendiri bisa menipu!

Pada sebuah seminar tentang kepedulian sosial, seorang Katolik fanatik pernah bertanya kepada Romo Mangun, apakah beliau mempunyai target jumlah orang yang akan menjadi Katolik di setiap aksi kemanusiaannya? Dengan nyolot, Romo Mangun menyemprot orang itu. “Dimana pun saya bekerja, saya hadir bukan sebagai tokoh agama yg mau mengkristenkan. Saya datang sebagai manusia yg bernama Mangun, yg kebetulan saja seorang pastor Katolik. Tidak ada gerakan keagamaan. Kuno itu!”
“Orang miskin butuh penghidupan bukan ajaran agama. Yang Islam tetap menjadi Islam yg baik, yang Katolik biar menjadi Katolik yang baik pula.”

Uskup Agung Mgr. Soegijapranata, Negarawan J. Kasimo, Penerbang Agustinus Adisutjipto, Pejuang Ignatius Slamet Riyadi, Tokoh pendidikan Driyakara, Budayawan Y.B. Mangunwijaya, dan sederet tokoh Katolik lain yang telah mewariskan keteladanan beragama tanpa melepaskan kecintaan kepada tanah air, telah menjadi inspirasi hidup. Bagi mereka, Vatikan adalah kiblat, bukan berhala. Tahta Suci adalah matahari.
Yang datang ke setiap negara, termasuk Indonesia adalah sinarnya. Dan sinar itu yg menjadi suluh perjuangan. Seperti yg pernah diujarkan Romo Kanjeng sendiri bahwa tugas orang Katolik itu bukan membaptis orang. Itu urusan Roh Kudus. Tugas sebenarnya adalah bagaimana membuat sejahtera negara dan bangsa ini. Lagi pula, apakah jika dalam satu negara, semua orang beragama sama, persoalan hidup sudah selesai?

Maka jika kini timbul hasrat (baca: mimpi!) segelinir orang untuk menyamakan gerakan ormas seperti eksistensi Vatikan, ah…sudahlah. Akan semakin ribet nantinya jika kita menarik sejarah panjang tentang keberadaan Vatikan. Memang mau menerima sejarah dan kenyataan bahwa Sang Kristus adalah dalang dari berdirinya Tahta Suci Vatikan?
Vatikan sendiri, bisa jadi tengah tersenyum geli mendengar wacana ini. Bagi mereka akan lebih mengasyikan menutup sore dengan diskusi memerangi kemiskinan dan upaya perdamaian dunia ditemani kopi-kopi panas dan semangkok gelato, es krim Itali minim lemak di pinggiran kota. Atau sesekali berkeliling di La Piazza di Spagna tak jauh dari tembok Vatikan sambil mendownload lagu-lagu metal dari gadget mereka. Karena hidup untuk dirayakan, bukan melulu membela agama. Kemuliaan Tuhan sesungguhnya lebih besar dan agung dari yang kita bayangkan.

Kiblat perjuangan itu ada di sini, di negara yang dasar, cita-cita dan penyelenggaraannya sudah diperjuangkan mati-matian oleh para bapak bangsa kita. Di sebuah negeri yang akan terus kita cintai: Indonesia Tanah Air Beta.

jul/17


Comments