47 tahun lalu, tepatnya pada September 1970, seorang gadis lugu 17
tahun, penjual telur asal Godean, Yogya pernah menggemparkan negeri
ini.
Dia mengaku: satu hari saat hendak pulang usai berjualan di pasar, dicegat 4 pemuda berambut gondrong dan diperkosa ramai-ramai dalam mobil hingga mengalami pendarahan. 4 hari dia dirawat di rumah sakit. Visum dokter menyebutkan organ kelaminnya rusak. Paha kiri-kanannya penuh luka. Kemudian Sum melapor ke kantor polisi. Tapi aneh bin ajaib, polisi yang menerima laporan malah balik menuduhnya memberi keterangan palsu. Alhasil bukan ditolong sebagai pesakitan, Sum malah dijadikan tersangka.
Kepada seorang wartawan lokal Yogya, Sum mengaku ditahan polisi setelah pengaduan itu dengan sebuah ancaman: kalau dia tidak mebuat versi lain maka polisi akan menyetrumnya. Sontak kabar itu tersiar kemana-mana dan mengundang simpati masyarakat luas. Persidangan digelar namun berkali-kali terkesan memojokkan Sum. Terlebih saat polisi menghadirkan saksi seorang tukang bakso yang dipaksa untuk mengakui telah memperkosa Sum. Sama seperti Sum, si tukang bakso itu pun harus menjalani penyiksaan saat mencoba menolak membuat pengakuan palsu itu.
Kasus ini tergolong unik sekaligus heboh di awal masa Orba. Sebuah kasus kriminal biasa yang akhirnya ditarik-tarik ke ranah politik. Ada apa sebenarnya? Usut punya usut, ternyata 3 dari 4 orang pelakunya adalah anak para pejabat Yogya yang kesohor. Bisa dibayangkan betapa pelik guliran persidangan yang kemudian terjadi karena para pejabat pun mati-matian menyangkal anak-anak mereka telah melakukan perbuatan bejat itu. Soeharto pun turun tangan. Seorg presiden ikut ngurusin kasus perkosaan. Ccckkk...Bagaimana detilnya, silahkan googling saja. Banyak sekali file berita itu. Dan kasus ini termasuk satu faktor yang memicu pencopotan Hoegeng sebagai Kapolri saat itu lantaran keberpihakan Hoegeng yang cukup besar untuk menegakkan keadilan dan menuntut hukum sama untuk semua orang tak terkecuali para pejabat.
Tapi ada satu pengakuan Sum yang bikin ngilu banyak orang. Satu malam beberapa polisi mendatangi sel-nya dan meminta dia bugil. Alasannya, polisi ingin mencari tahu kalau-kalau ada tanda “Palu Arit“ pada tubuhnya. Kalau tidak di payudara, ketiak, bisa jadi di organ intimnya.
Membaca kasus ini, serta-merta orang mulai berpikir, hebat sekali PKI itu, bisa bertransformasi menjadi sebuah anekdot di balik kutang, mengalahi kedashyatan paham itu sendiri. 2 tahun kemudian si PKI meloncat ke rambut gondrong para pemuda. Pasalnya tahun itu terjadi pelarangan celana cutbray dan rambut gondrong yg tengah mewabah sebagai trend fenomena hippies di kalangan muda. Mereka yang menolak dipotong rambutnya akan dicap dengan sebutan generasi PKI.
Oleh sutradara Frank Rorimpandey, kasus Sum Kuning difilmkan dengan judul “Perawan Desa” pada tahun 1980. Dibintangi artis baru, Yattie Surachman dan berhasil menggondol 4 piala citra di tahun yang sama.
Menurut saya, Sum Kuning ini menarik pula untuk diputar ulang, sekedar ingin menyegarkan ingatan betapa PKI dalam skop kecil bisa menjelma ke dalam bentuk lain yang kadang lucu dan menggelikan hati. Biar generasi kekinian semakin tahu, seringkali karena trauma yg tak terkendali, logika bisa terjungkal.
Diremake? Kenapa tidak. Silahkan kepada yg tertarik. Saya cuma mau sumbang judul saja, sebuah judul yg saya kira cukup bombastis dan bisa menggoda calon investor: PKI DI BALIK KUTANG.
ss-17
Dia mengaku: satu hari saat hendak pulang usai berjualan di pasar, dicegat 4 pemuda berambut gondrong dan diperkosa ramai-ramai dalam mobil hingga mengalami pendarahan. 4 hari dia dirawat di rumah sakit. Visum dokter menyebutkan organ kelaminnya rusak. Paha kiri-kanannya penuh luka. Kemudian Sum melapor ke kantor polisi. Tapi aneh bin ajaib, polisi yang menerima laporan malah balik menuduhnya memberi keterangan palsu. Alhasil bukan ditolong sebagai pesakitan, Sum malah dijadikan tersangka.
Kepada seorang wartawan lokal Yogya, Sum mengaku ditahan polisi setelah pengaduan itu dengan sebuah ancaman: kalau dia tidak mebuat versi lain maka polisi akan menyetrumnya. Sontak kabar itu tersiar kemana-mana dan mengundang simpati masyarakat luas. Persidangan digelar namun berkali-kali terkesan memojokkan Sum. Terlebih saat polisi menghadirkan saksi seorang tukang bakso yang dipaksa untuk mengakui telah memperkosa Sum. Sama seperti Sum, si tukang bakso itu pun harus menjalani penyiksaan saat mencoba menolak membuat pengakuan palsu itu.
Kasus ini tergolong unik sekaligus heboh di awal masa Orba. Sebuah kasus kriminal biasa yang akhirnya ditarik-tarik ke ranah politik. Ada apa sebenarnya? Usut punya usut, ternyata 3 dari 4 orang pelakunya adalah anak para pejabat Yogya yang kesohor. Bisa dibayangkan betapa pelik guliran persidangan yang kemudian terjadi karena para pejabat pun mati-matian menyangkal anak-anak mereka telah melakukan perbuatan bejat itu. Soeharto pun turun tangan. Seorg presiden ikut ngurusin kasus perkosaan. Ccckkk...Bagaimana detilnya, silahkan googling saja. Banyak sekali file berita itu. Dan kasus ini termasuk satu faktor yang memicu pencopotan Hoegeng sebagai Kapolri saat itu lantaran keberpihakan Hoegeng yang cukup besar untuk menegakkan keadilan dan menuntut hukum sama untuk semua orang tak terkecuali para pejabat.
Tapi ada satu pengakuan Sum yang bikin ngilu banyak orang. Satu malam beberapa polisi mendatangi sel-nya dan meminta dia bugil. Alasannya, polisi ingin mencari tahu kalau-kalau ada tanda “Palu Arit“ pada tubuhnya. Kalau tidak di payudara, ketiak, bisa jadi di organ intimnya.
Membaca kasus ini, serta-merta orang mulai berpikir, hebat sekali PKI itu, bisa bertransformasi menjadi sebuah anekdot di balik kutang, mengalahi kedashyatan paham itu sendiri. 2 tahun kemudian si PKI meloncat ke rambut gondrong para pemuda. Pasalnya tahun itu terjadi pelarangan celana cutbray dan rambut gondrong yg tengah mewabah sebagai trend fenomena hippies di kalangan muda. Mereka yang menolak dipotong rambutnya akan dicap dengan sebutan generasi PKI.
Oleh sutradara Frank Rorimpandey, kasus Sum Kuning difilmkan dengan judul “Perawan Desa” pada tahun 1980. Dibintangi artis baru, Yattie Surachman dan berhasil menggondol 4 piala citra di tahun yang sama.
Menurut saya, Sum Kuning ini menarik pula untuk diputar ulang, sekedar ingin menyegarkan ingatan betapa PKI dalam skop kecil bisa menjelma ke dalam bentuk lain yang kadang lucu dan menggelikan hati. Biar generasi kekinian semakin tahu, seringkali karena trauma yg tak terkendali, logika bisa terjungkal.
Diremake? Kenapa tidak. Silahkan kepada yg tertarik. Saya cuma mau sumbang judul saja, sebuah judul yg saya kira cukup bombastis dan bisa menggoda calon investor: PKI DI BALIK KUTANG.
ss-17
Comments
Post a Comment