SAJAK TENTANG SIMBOK

Kampung ini sudah lama dipanggang sengketa. Orang lalu-lalang di jalanan sibuk. Membawa bendera. Tanda tanya. Di tanah becek tempat kita besar bersama.
Kampung ini, Mas, sudah lama tergerus amuk dan prasangka. Aku rindu semangkuk arak yang pernah habis di malam buta saat Simbok mendengkur pulas di kamar sumuknya. Kita mabuk. Menuliskan impian, membentang cita-cita ke angkasa berawan. Kau bilang: biar itu semua jadi sejarah di usia dewasa.
Sudah lama. Pasti kau sudah lupa


Jumat kliwon ini, aku menemani Simbok kembali. Duduk bersimpuh di bawah pohon angsana. Menebar sepiring sesajen: menyan, dupa, rokok, dan bunga empat rupa. Tangan Simbok mengacung ke atas kepala. Mulutnya komat-kamit. Aku diam memperhatikan. Lalu Simbok menoleh sekilas. Katanya, “Ayo, ngomong saja maumu pada semesta. Pada Gusti Kang Gawe Urip yang satu. Karena Tuhan itu tak beragama.”
Aku mengangguk lemah, selemah angin yang berhembus di bawah pohon keramat. Kuhaturkan puja seperti Simbok. Tapi dalam hati, aku mendaras, “Santa Maria, doakanlah kami yang berdosa ini. Sekarang, dan waktu kami mati, amin…”

Aku dan Simbok kembali ke dapur saat gerimis merintik. Dari seberang meja, kulihat keriputnya bak belukar pekarangan. Rambut putihnya terjurai. Sesaat seperti jarit halus Rumi yang menari riang. Wajah menua Simbok mengingatkan pada Sanatana-dharma Hindu.
Simbok melangkah pelan ke kamar. Setenang Gautama sebelum dia hijrah menjadi Sang Budha. Dan saat tembang lirihnya mengaduk malam, aku tersenyum geli, dia seperti guru Confucius yang tengah gundah.

Kami tidur pulas, malam itu. Saat suara adzan mulai menjilati seisi rumah, tiba-tiba aku terjaga. Aku teringat satu masa. Menghitung sendiri jumlah rindu pada seorang saudara yang kabarnya kini sudah menjadi ahli agama di kota besar tak bernama.
Kapan kau, pulang? Simbok kita masih seperti dulu, Mas. Kelewat sederhana malah. Di bawah bantalnya, dia menyimpan pesan. Untuk kita..
“Dekat pohon angsana juga ada Gusti Pangeran, Tuhan yang tak berpihak. Mengapa orang jadi begitu tamak, ingin menguasai keberadaan-Nya?"

ss-17. www.sergisutanto.blogspot.com
Photo2 dari koleksi bude Noviana Kusumawardhani

Comments